SEKAYU- Debat pertama calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup) Musi Banyuasin (Muba), Kamis (31/10/2024) malam, terus menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Sejumlah warga yang awalnya mendukung Toha Tohet mengungkapkan kekecewaannya, bahkan alih dukungan kepada pesaingnya, Lucianty, setelah menyaksikan performa Toha yang dinilai gagal dan mengecewakan.
Ungkapan kekecewaan ini tampak dalam berbagai komentar di media sosial. Salah satu akun Instagram Info Sekayu bahkan mengunggah video animasi berdurasi 1 menit 56 detik yang menyoroti kekurangan Toha, mulai dari ketidakmampuan berbicara hingga kebingungan memahami pertanyaan panelis.
“Cubolah kamu tonton ulang, ubak tu ek, banyaklah ngenjuk wakilnye ngomong, kapan sekali ngomong idak pulek nyambung… ngomong infrastruktur, demokrasi, gender… yang lebih parah pas giliran disuruh nanyo dengan umak, dio gagap baco pertanyaan,” bunyi salah satu komentar dalam video itu.
Warga dengan akun Yepin-Arianto menanggapi, “Iyo min asalnyo aku pro Toha, dem nelek debat pertamo agak ragu.”
Pengamat Politik Sumsel Bagindo Togar turut memberikan pandangannya tentang kualitas rendah yang ditampilkan Toha dalam debat. “Ironis melihat salah satu paslon gagal memahami diksi dan persepsi tentang demokrasi dan gender. Kalau kita menonton debat tersebut, melihat kualitas Cabup 02 tentu sangat ironis,” ujarnya. Menurut Bagindo, wajar bila masyarakat kini semakin mantap menjatuhkan pilihan ke paslon lain, terutama Lucianty, yang terlihat lebih kompeten.
Pada sesi debat, Toha tampak berulang kali kesulitan merespons pertanyaan panelis. Pertanyaan terkait infrastruktur bahkan diserahkan kepada wakilnya, Rohman. Ketika ditanya tentang peningkatan demokrasi lokal, Toha justru menyatakan akan melakukan “kontrol publik” melalui kunjungan rumah warga secara rutin.
“Kami akan melakukan kontrol publik. Dengan cara melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga, minimal satu bulan satu kali,” ucap Toha.
Jawaban ini tidak hanya memicu kekhawatiran, tapi juga kritikan keras karena bertolak belakang dengan prinsip kebebasan berpendapat dalam demokrasi. Banyak yang menilai pendekatan Toha ini berpotensi intimidatif, bukannya mendekatkan pemerintah kepada masyarakat.
“Jika benar akan melakukan kontrol publik, maka dia ini sesungguhnya tidak paham apa yang dimaksud dengan demokrasi. Lebih parahnya lagi, jika Toha sekadar menjawab tanpa memahami, ini jelas menunjukkan kurangnya kapasitas dan kepeduliannya,” tegas Bagindo Togar.
Dukungan terhadap Toha pun semakin luntur di kalangan warga Muba, yang kini lebih melihat Lucianty sebagai figur alternatif yang lebih kompeten dan menghargai kebebasan dalam demokrasi.
Komentar