Tak Ada Bangunan Pesantrean, Eksekusi Lahan PTPN I Berdasarkan Keputusan MA

Jakarta – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I menegaskan bahwa proses eksekusi lahan yang dilakukan di Desa Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, sesuai dengan keputusan hukum yang berlaku.

Lahan tersebut merupakan bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) No 16/1997 seluas 4.984 hektare yang secara sah dimiliki PTPN I Regional 7 (sebelumnya PTPN VII) dan telah diokupasi oleh masyarakat tanpa izin selama lebih dari tiga tahun.

Region Head Regional VII PTPN I, Tuhu Bangun, menjelaskan bahwa perusahaan telah menempuh upaya hukum berjenjang hingga memperoleh putusan inkracht dari Mahkamah Agung (MA).

Keputusan hukum tersebut tercantum dalam putusan No. 4354K/Pdt/2023. Berdasarkan putusan tersebut, pembacaan eksekusi lahan dilakukan pada 31 Desember 2024 dengan pendampingan penuh aparat penegak hukum, termasuk Polres, Pengadilan, dan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lampung Selatan.

“Eksekusi ini merupakan langkah yang dilakukan atas dasar putusan hukum yang sah dan final. Seluruh proses telah dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku dan didampingi oleh aparat penegak hukum untuk memastikan kelancaran dan ketertiban,” ujar Tuhu, Rabu (8/1/2024)

Sebelum pelaksanaan eksekusi, PTPN I sudah mengedepankan pendekatan persuasif dengan melakukan sosialisasi bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) serta komunikasi dengan tokoh masyarakat setempat.

Perusahaan juga memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak, termasuk bantuan kost tempat tinggal sementara sebesar Rp1 juta per Kepala Keluarga (KK), bantuan tenaga bongkar dan transportasi, kesempatan memanen tanaman selama satu musim tanam, serta peluang kerja di kebun karet dan kelapa sawit PTPN I Regional 7.

Tuhu Bangun menambahkan bahwa sebanyak 52 dari 61 KK yang mengokupasi lahan telah memberikan surat pernyataan untuk mengosongkan rumah mereka secara sukarela. Namun, 9 KK lainnya masih bertahan di lokasi hingga pelaksanaan eksekusi.

Selain itu, PTPN I memastikan bahwa bangunan yang diakui sebagai Pondok Pesantren (Ponpes) Mathla’ul Anwar tidak memiliki izin resmi dari dinas terkait maupun dari perusahaan. Berdasarkan verifikasi di lapangan, bangunan tersebut tidak aktif dalam kegiatan pendidikan dan hanya berupa rumah sederhana berdinding bambu dan tripleks dengan lantai semen kasar berukuran 9 x 8 meter.

PTPN I menegaskan bahwa seluruh langkah yang diambil bertujuan untuk mempertahankan aset negara yang telah diokupasi secara ilegal. Proses eksekusi yang berjalan dengan tertib ini mencerminkan komitmen perusahaan dalam menghormati hukum dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat.

“Kami menyayangkan adanya pemberitaan yang tidak sesuai fakta dan berpotensi menimbulkan keresahan. PTPN I akan terus mengedepankan dialog guna memastikan hubungan yang harmonis dan saling mendukung,” ujar Tuhu.

Bawaslu

Komentar