PALEMBANG- Maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal terus menjadi masalah serius di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ribuan pengaduan telah diterima dari masyarakat terkait berbagai permasalahan yang timbul akibat layanan pinjol ilegal.
Mulai dari tekanan psikologis akibat intimidasi petugas penagihan hingga kerugian finansial akibat bunga yang tidak masuk akal, pinjol ilegal telah memberikan dampak negatif yang sangat besar bagi masyarakat.
Dari data yang dirilis OJK, tercatat sebanyak 2.575 pengaduan terkait pinjol ilegal di wilayah Sumbagsel. Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan jumlah pengaduan tertinggi, yaitu 870 laporan atau sekitar 33,8% dari total pengaduan di wilayah tersebut.
Lampung berada di posisi kedua dengan 431 laporan, diikuti oleh Jambi dengan 198 laporan, Kepulauan Bangka Belitung dengan 128 laporan, dan Bengkulu dengan 106 laporan.
“Tingginya angka pengaduan di Sumsel menjadi perhatian khusus, karena mencerminkan besarnya dampak dari layanan pinjol ilegal terhadap masyarakat di provinsi ini,” kata Kepala OJK Sumsel Arifin Susanto
Menurut data, permasalahan utama yang dikeluhkan oleh masyarakat berkaitan dengan layanan pinjol ilegal adalah intimidasi yang dilakukan oleh petugas penagihan. Di Sumsel, terdapat 455 laporan yang mengeluhkan ancaman fisik maupun verbal dari petugas. Hal serupa juga ditemukan di Lampung dan Jambi dengan tren yang tidak jauh berbeda.
Intimidasi ini sering kali dilakukan melalui telepon atau pesan singkat, bahkan beberapa kasus melibatkan pengungkapan data pribadi peminjam kepada pihak ketiga seperti keluarga atau rekan kerja. Kebocoran data pribadi ini menjadi isu besar lainnya, di mana data peminjam digunakan tanpa izin untuk tujuan penagihan, yang sering kali merusak reputasi korban di lingkungan sosial mereka.
Selain itu, kata dia, legalitas pinjol ilegal juga menjadi sorotan. Banyak layanan yang beroperasi tanpa izin resmi dari OJK, atau bahkan menggunakan identitas palsu untuk meyakinkan korban. Di Sumsel, terdapat 12 laporan terkait layanan pinjol yang tidak memiliki izin. Masalah lain yang kerap muncul adalah pembebanan bunga yang sangat tinggi, dengan suku bunga tahunan mencapai lebih dari 1.000%, jauh melampaui batas yang telah ditetapkan oleh regulator. Kondisi ini membuat banyak korban terjebak dalam lingkaran utang yang sulit untuk diselesaikan.
Dampak sosial dan ekonomi dari pinjol ilegal sangat signifikan. Beban utang yang tidak wajar menjadi masalah utama yang dihadapi korban. Dengan rata-rata kerugian per kasus yang diperkirakan mencapai Rp2 juta hingga Rp10 juta, total potensi kerugian ekonomi di Sumatera Selatan saja dapat mencapai Rp8,7 miliar.
Selain itu, masih kata Arifin, tekanan psikologis yang dialami oleh korban akibat intimidasi turut memberikan dampak negatif pada kesehatan mental mereka. Banyak korban yang mengalami stres berat, kecemasan, hingga depresi karena tidak mampu melunasi utang mereka.
Di sisi lain, intimidasi juga memberikan tekanan besar bagi anggota keluarga korban, yang sering kali ikut menjadi target dalam proses penagihan. Kebocoran data pribadi juga telah merusak privasi dan reputasi banyak korban. Banyak yang melaporkan bahwa data mereka disebarluaskan ke media sosial atau dikirim ke rekan kerja dan keluarga, menciptakan rasa malu dan ketidaknyamanan yang mendalam. Hal ini memperparah kerugian yang dialami oleh korban, baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Menanggapi situasi ini, OJK bersama dengan pihak terkait telah mengambil langkah-langkah untuk menangani masalah pinjol ilegal. Salah satu langkah utama yang dilakukan adalah edukasi masyarakat melalui kampanye literasi keuangan. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko pinjol ilegal dan cara mengenali layanan yang tidak memiliki izin resmi.
OJK juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir situs dan aplikasi pinjol ilegal. Hingga kini, ribuan situs dan aplikasi telah diblokir, meskipun layanan ilegal baru terus bermunculan.
Di tingkat lokal, Pemprov Sumsel juga ikut serta dalam upaya penanganan pinjol ilegal. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mengeluarkan Surat Edaran kepada kabupaten dan kota untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas layanan keuangan ilegal. Pemprov juga mendorong masyarakat untuk melaporkan keberadaan pinjol ilegal melalui kanal pengaduan resmi. Selain itu, langkah edukasi juga dilakukan di sekolah-sekolah untuk mencegah generasi muda terjebak dalam jerat pinjol ilegal.
Upaya penegakan hukum terhadap pelaku pinjol ilegal juga terus dilakukan. OJK bekerja sama dengan kepolisian untuk menangkap operator pinjol ilegal, terutama yang terlibat dalam intimidasi dan penyalahgunaan data pribadi.
Dalam beberapa kasus, penegakan hukum ini berhasil membongkar jaringan besar yang melibatkan ratusan pelaku. Namun, tantangan besar masih ada, terutama dalam menutup celah hukum yang sering kali dimanfaatkan oleh pelaku untuk kembali beroperasi dengan nama atau identitas baru.
Selain penanganan di tingkat individu, OJK juga berfokus pada pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), yang sering kali menjadi tempat lahirnya layanan keuangan ilegal. Dari total pengaduan di Sumsel, sebanyak 462 laporan atau sekitar 59,23% terkait dengan sektor IKNB. Hal ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga keuangan di sektor ini, terutama dalam hal transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi.
Kota Palembang menjadi daerah dengan jumlah pengaduan tertinggi di Sumatera Selatan, yaitu sebanyak 564 laporan atau 72,3% dari total pengaduan di provinsi ini. Meskipun tingkat penyelesaian pengaduan di kota ini cukup tinggi, yakni mencapai 74,47%, Palembang tetap menjadi prioritas utama dalam upaya penanganan pinjol ilegal. Tingginya jumlah pengaduan mencerminkan besarnya skala permasalahan di kota ini, yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat, mulai dari mahasiswa hingga pekerja lepas.
Dalam menghadapi situasi ini, OJK telah memberikan beberapa rekomendasi untuk memperkuat upaya penanganan pinjol ilegal. Salah satunya adalah dengan memperketat regulasi terhadap layanan keuangan digital. Regulasi yang lebih ketat diharapkan dapat mencegah munculnya layanan ilegal baru, sekaligus memberikan sanksi yang lebih berat bagi pelaku.
Selain itu, OJK juga mendorong peningkatan akses masyarakat terhadap layanan pinjaman resmi yang lebih transparan dan terjangkau. Dengan adanya alternatif pinjaman resmi, masyarakat diharapkan tidak lagi tergiur dengan tawaran pinjol ilegal.
Penting juga untuk melibatkan masyarakat dalam upaya penanganan ini. Edukasi berbasis lokal menjadi salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama di daerah pedesaan yang sering kali menjadi target utama pinjol ilegal. Selain itu, pelatihan bagi tokoh masyarakat dan pemuka agama juga dapat membantu menyebarkan informasi tentang bahaya pinjol ilegal kepada komunitas yang lebih luas.
Dalam jangka panjang, pemerintah perlu mengintegrasikan program literasi keuangan ke dalam kurikulum pendidikan. Dengan demikian, generasi muda dapat memahami risiko pinjol ilegal sejak dini dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan keuangan yang bijak. Program ini juga dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih sadar akan pentingnya pengelolaan keuangan yang sehat dan bertanggung jawab.
Secara keseluruhan, masalah pinjol ilegal di wilayah Sumbagsel, khususnya di Sumatera Selatan, merupakan tantangan besar yang membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Tingginya jumlah pengaduan menunjukkan perlunya tindakan cepat dan tegas untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk layanan keuangan ilegal. Dengan upaya bersama antara pemerintah, OJK, aparat penegak hukum, dan masyarakat, diharapkan masalah ini dapat ditangani secara efektif, sehingga masyarakat dapat terbebas dari jerat pinjol ilegal dan menikmati akses ke layanan keuangan yang adil, transparan, dan aman.
Komentar