PALEMBANG – Badan Restorasi Gambut menargetkan restorasi lahan gambut secara nasional seluas 2,6 juta hektar pada 2016 – 2020. Dan 1,2 juta hektar pada 2021 -2024. Di Sumsel sendiri pada 2024 mendatang diharapkan dapat berkontribusi seluas 6.128 hektar lahan gambut yang akan di restorasi.
Rencana itu diungkapkan koordinator Koordinator TRGD Sumatera Selatan Ir H Dharna Dachlan, MM saat paparan Capaian Restorasi Gambut Sumsel 2023 dan Rencana Restorasi Gambut Tahun 2024 di Wyndham Opi Hotel Palembang, Selasa (19/12/2023).
“Targetnya lahan direstorasi mencapai 1,2 juta secara nasional dan sekitar 6 ribu berada di Sumsel,” katanya.
Menurutnya, berdasarkan hasil perhitungan spasial dari pembaharuan peta gambut BBSDLP – Kementan 2019, bahwa luas total lahan gambut Indonesia mencapai 13.430.517 ha yang tersebar di 4 pulau utama, yaitu Sumatera (5.850.561 ha), Kalimantan (4.543.362 ha), Sulawesi (24.783 ha) dan Papua (3.011.811 ha).
Sedangkan sebaran lahan gambut yang ada di pulau Sumatera terdapat di provinsi Riau seluas 3.573.955 ha, Sumsel 1.123.117 ha, Jambi 496.766 ha, dan Sumatera Utara 324.535 ha, Aceh 150.485 ha dan Sumatera Barat 125.340 ha.
Sayang, kata dia, dari luasan lahan gambut di Indonesia yang mencapai 13.430.517 ha, telah banyak mengalami degradasi dan kerusakan terutama faktor kebakaran di tahun 2015, 2019 bahkan 2023 ini. Serta faktor konversi dan penggunaan tata air (hidrologi) lahan gambut yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi.
Kebakaran di lahan gambut menghasilkan asap lebih banyak dibandingkan kebakaran lahan mineral, sebagai penyumbang kabut asap terbesar dalam beberapa tahun terakhir di indonesia, puncaknya kebakaran tahun 2015, 2019 dan 2023 ini.
“kebakaran lahan gambut sulit dipadamkan dan telah mengakibatkan deforestasi dan degradasi hutan, emisi karbon, kepunahan keanekaragaman hayati, dan hilangnya penghidupan masyarakat atas sumber daya alam di lahan gambut,” paparnya.
Untuk itu, kata dia, pemerintah terus berupaya memperbaiki (restorasi) lahan gambut dibuktikan dengan telah dibentuknya Badan Restorasi Gambut (BRG) pada 2016 dan sekarang menjadi Badan Restorasi Gambut Mangrove (BRGM) melalui Peraturan Presiden nomor 120/2020 dengan tugas utamanya memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut serta upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di 7 provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.
Upaya restorasi ini sebagai bagian dari implementasi komitmen indonesia akan menurunkan emisi karbon sebesar 0,672 giga-ton di lahan gambut. “Tahun ini, Sumsel ada sekitar 6 ribu lahan,” kata dia.
Sebaran lahan gambut di Sumsel ada di 7 kabupaten, yaitu Ogan Komering Ilir seluas 647.766 ha, Musi Banyuasin seluas 239.454 ha, Banyuasin seluas 147.879 ha, Muratara 34.142 ha, Pali 26.231 ha, Muara Enim 23.658 ha dan Musi Rawas seluas 3.986 ha.
Adapun strategi restorasi lahan gambut yang telah dilakukan oleh BRGM yang diimplementasikan oleh TRGD, dengan tiga pendekatan, yaitu; pembasahan kembali (Rewetting), penanaman kembali (Revegetasi), dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Revitalisasi).
“Melalui pendekatan ini diharapkan lahan gambut akan selalu basah, percepatan terjadinya pemulihan tutupan, serta meningkatnya kepedulian dan perekonomian masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya kebakaran hutan & lahan (Karhutla) serta mengembalikan fungsi ekosistem gambut bagi kehidupan,” jelasnya.
Drs H Edwar Chandra MH, Asisten 1 Pemprov Sumsel mengatakan, permasalahan gambut mulai menjadi perhatian khusus seiring semakin tingginya dampak perubahan iklim. “Adapun pemulihan ekosistem gambut sudah dilakukan pemerintah dengan pembentukan BRGM dengan tujuan percepatan pemulihan dan pengembalian fungsi ideologis gambut akibat kebakaran hutan di 7 provinsi termasuk Sumsel,” jelasnya.
Lanjutnya, salah satu provinsi prioritas restorasi gambut dengan luas gambut yang signifikan dan tersebar di 7 kabupaten, Provinsi Sumsel memiliki komitmen tinggi dalam perlindungan dan pengolahan restorasi gambut. “Sumsel telah memiliki perangkat kebijakan untuk perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan. dengan adanya Perda No 1 tahun 2018 serta dokumen rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut,” tukasnya.
Komentar