Dugaan Penganiayaan di Pesantren Berujung Kematian Santri, Kemenag Ditekan untuk Perbaiki Tata Kelola

ELNEWS — Kasus dugaan penganiayaan yang berujung pada kematian seorang santri di bawah umur di sebuah pesantren di Kediri, Jawa Timur, menyoroti lemahnya sistem pengawasan terhadap pesantren yang tidak berizin.

Para pengamat menegaskan bahwa tanpa pengawasan yang memadai, kasus-kasus kekerasan di pesantren, terutama yang tidak berizin, berpotensi terus terjadi di masa depan.

Kementerian Agama (Kemenag) dipanggil untuk segera melakukan perbaikan dalam tata kelola pesantren, dengan salah satu caranya adalah mewajibkan setiap pesantren memiliki izin operasional dari Kemenag.

“Sekolah dan pesantren dengan ponpes itu entitas yang berbeda. Kalau pesantren dicabut izinnya, kegiatan ngajinya tetap, karena sifatnya informal,” jelas Mohammad As’adul Anam, Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim.

Sebelumnya, seorang santri bernama Bintang Balqis Maulana (14 tahun) meninggal diduga akibat penganiayaan di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, yang tidak memiliki izin operasional sebagai tempat pondok pesantren.

Kepolisian telah menetapkan empat pelaku sebagai tersangka, di mana salah satunya masih kerabat korban. Beberapa terduga pelaku berusia di bawah 18 tahun, yang dalam istilah hukum disebut sebagai ‘anak yang berkonflik dengan hukum’.

“Pelaku ini mengingatkan jangan begitu, tapi korban saat ditegur menjawabnya tidak sinkron. Akhirnya emosi dan spontanitas melakukan pemukulan,” kata Rini Puspita Sari, penasehat hukum keempat terduga pelaku.

Keluarga korban menyatakan bahwa Bintang meminta untuk dijemput pulang melalui pesan WhatsApp beberapa hari sebelum kematiannya, namun permintaannya tidak diindahkan.

Kasus ini menunjukkan perlunya penguatan sistem pengawasan terhadap pesantren, termasuk penegakan aturan dan izin operasional untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan santri. Tanpa langkah-langkah konkret dalam pengawasan dan regulasi, risiko terjadinya kasus serupa di masa depan tetap tinggi.

Bawaslu

Komentar