PALEMBANG- Isu korupsi dan KKN harus dihindari bagi siapa saja calon Kepala Daerah yang akan maju di Kabupaten Musi Banyuasin mendatang.
Masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin yang akan mengelar pesta pemilihan kepala daerah 27 November 2024 mendambakan pemimpin kedepan lepas dari berbagai isu hukum yang menimpa calon kepala daerah, salah satunya adalah isu korupsi/KKN.
Penolakan terhadap Bakal Calon Kepala Daerah yang pernah terjerat kasus korupsi di Muba juga dengan lantang disuarakan berbagai elemen masyarakat, misalnya mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Pengurus Besar Gerakan Rakyat dan Mahasiswa Muba (GERAMM) yang pada beberapa waktu lalu mendeklarasikan untuk menolak Calon Bupati Muba yang pernah terjerat kasus hukum yakni mantan narapidana korupsi.
Tampak mahasiswa dan masyarakat tersebut membawa spanduk penolakan agar Muba ke depan dipimpin oleh sosok yang bukan mantan narapidana korupsi
“Temuan survei beberapa kali digelar, masyarakat menempatkan pemimpin kabupaten Banyuasin mendatang 81 % harus bebas dari terkena isu korupsi/KKN. Hanya 9 % pemilih akan tetap menjatuhkan pilihannya kepada calon bupati meskipun terkena isu kasus korupsi/KKN. Selebihnya 10% pemilih menyatakan tidak tahu/tidak jawab. Bagi para calon yang akan maju di pilkada Musibanyuasin, hindari betul isu korupsi ini. Apalagi sudah nantinya masuk dalam ranah hukum ataupun fakta hukum yang sudah ada, tentunya elektabilitas (dukungan) calon bupati tersebut berpotensi besar akan terjun bebas,” ungkap pengamat politik Arianto, ST, MT, M.IKOM POL, ketika dimintai komentarnya, Kamis (20/6).
Lebih lanjut lembaga survei LKPI yang tergabung dalam PERKUMPULAN SURVEI OPINI PUBLIK INDONESIA ( PERSEPI) ini menambahkan, setiap calon kepala daerah yang akan bertarung pada pilkada wajib dirinya lepas dari isu korupsi/KKN. Pengalaman survei perilaku pemilih di Indonesia, pemilih sangat rentan untuk mengubah pilihannya kepada calon kepala daerah yang lain apabila calon yang dipilihnya tadi terkena isu tersebut. Terlebih lagi kalau sudah naik ke fakta hukum, sangat besar arus pemilih akan bersifat mengalihkan pilihannya dan bersifat diam ( menjadi massa mengambang). Rekam jejak calon kepala daerah yang akan maju dalam pilkada juga sangat dipertimbangkan pemilih terhadap kasus-kasus hukum yang sudah terjadi.
Hal ini sangat berpotensi besar menyebabkan dukungan calon kepala daerah tersebut akan mulai ditinggalkan pemilih, terutama pemilih yang tadinya belum mengetahui fakta tersebut. Terlebih lagi bagi daerah yang kepala daerahnya pernah mengalami kasus korupsi/KKN dan fakta hukumnya sudah berkekuatan hukum tetap, terutama korupsi/KKN. Imbasnya adalah kemantapan pemilih akan menjadi rapuh dengan diterpanya isu korupsi/KKN tersebut. Muara akhirnya, simpati pemilih yang tadinya suka (akseptabilitas) akan berbalik menjadi tidak suka dengan calon bupati tersebut.
“Kami di lembaga survei biasanya mengistilahkan isu korupsi/KKN yang menimpa bakal calon kepala daerah ini tsunami politik. Banyak calon kerpala daerah yang populer dan disenangi pemilih tadinya akan tetapi setelah terkena isu korupsi/KKN maka berdampak turunya akseptabilitas (tingkat kesukaan). Efeknya dipastikan akan menurunkan elektabilitas ( keterpilihan). Terlebih lagi pilkada yang akan digelar hanya menyisakan waktu lima bulan lagi, dukungan pemilih akan cepat sekali berubah dan tergerus juga semakin kuat karena sekali lagi, pemilih sangat rentan sekali dengan isu korupsi/KKN tersebut. Pengalaman survei perilaku pemilih di Indonesia bahwa isu korupsi/KKN merupakan salah satu tsunami politik yang besar mengerus elektabilitas. Jadi hindari hal tersebut bagi calon kepala daerah yg akan bertarung pada pilkada,” pungkas mantan auditor survei capres partai Demokrat ini dengan lugas.
Komentar