Kemelut dan Demokratisasi PWI Pusat, Laksana Penepuk Air di Dulang

Kekisruhan tentang Kongres Luar Biasa (KLB) sebagai wujud demokrasi Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat semakin meruncing, kondisi ini dapat dalam hitungan hari berubah menjadi kemelut bagi nama besar organisasi profesi wartawan tertua dan terbesar di republik ini.

Dalam tulisan ini saya selaku penulis sengaja tidak akan membahas tentang aturan organisasi yang tertuang dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI, karena hampir semua Insan Pers Indonesia memahami akan pasal demi pasal yang yang terkandung di dalamnya. Termasuk para senior yang sedang berseteru di kepengurusan PWI Pusat itu sendiri, hanya saja keegoisan masing-masing yang memicu persoalan ini hingga menjadi isyu buruk secara nasional.

Menurut sejumlah artikel yang saya ikuti, persoalan PWI Pusat tersebut muncul pasca mencairnya dana hibah dari kementerian yang menyerap APBN untuk peningkatan kompetensi wartawan yang sebelumnya dikemas dalam usulan untuk menggelar Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Anggota PWI di sejumlah daerah.

Seiring waktu, Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat mengendus adanya dugaan penyimpangan realisasi dana bantuan dalam jumlah miliyaran APBN tersebut. Bahkan ada beberapa pihak eksternal yang nimbrung ikut melaporkan dugaan itu ke pihak berwajib, hingga membuat kisruh mulai muncul.

Tidak terima dengan isu dugaan tersebut, Ketua PWI Pusat, Hendri CH Bangun menepisnya dengan mengeluarkan statement ke beberapa media massa dengan maksud mengklarifikasi bahwa dugaan tersebut tak pernah terjadi. Bahkan sampai-sampai Hendri CH Bangun mengeluarkan surat pemberhentian pengurus DK PWI Pusat dan melaporkan balik Pengurus DK PWI Pusat.

Tak lama berkelang, karena menilai Ketua PWI Pusat Hendri CH Bangun telah melakukan pelanggaran etik berat (Sesuai PD/PRT), Ketua DK PWI Pusat Sasongko Tedjo bersama beberpa pengurus DK lainnya bersepakat untuk me-nonaktifkan keanggotaan dan mencabut Kartu PWI Hendri CH Bangun.

Dengan diberhentikannya Hendri CH Bangun dari keanggotaan PWI, menurut Sasongko Tedjo, maka secara otomatis Hendri CH Bangun gugur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PWI Pusat, Karena selain telah melakukan pelanggaran etik, Hendri CH Bangun juga diduga telah melakukan tindak pidana dengan menyelewengkan dana hibah.

Pemberhentian keanggotaan dan pe-nonaktifan Hendri CH Bangun dari tampuk kepemimpinan PWI Pusat tersebut, disusul dengan adanya perintah DK PWI Pusat supaya Pengurus PWI Pusat segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) dan menunjuk Zulmansyah Sakedang menjadi Plt Ketua PWI Pusat agar dapat melaksanakan KLB.

Sejak saat itulah banyak muncul artikel-artikel yang membangun opini mencari pembenaran dari masing-masing pihak yang berseteru antara DK dan Pengurus Harian PWI Pusat, yang kian lama-kian meruncing. Menurut saya kekisruhan ini tak akan berhenti hingga kapanpun, jika masing-masing pihak tidak ada kesadaran dan segera melakukan konsolidasi guna mencapai kesepakatan dalam meredam gejolak yang ada.

Ada beberapa hal yang juga patut dianggap sebagai pemicu semakin memanasnya persoalan di internal kepengurusan PWI Pusat ini, hingga organsiasi profesi wartawan tersbesar dan tertua di Indonesia ini menjadi bahan pergunjingan umum di luar pengurus dan anggota PWI secara Nasional.

Pertama, kata pepatah tak ada asap jika tak ada api. Nah, peribaratan ini dimaknakan tak akan ada dugaan penyimpangan dana hibah tersebut jika pihak pengurus Harian PWI Pusat terbuka dengan pengurus DK tentang mencairnya bantuan dana hibah itu serta peruntukannya.

Apabila sebelum kian mencuatnya dugaan penyimpangan dana itu, pengurus harian PWI Pusat dan DK duduk bersama mencari jalan keluar dengan menggelar pertemuan guna membangun keterbukaan dan saling percaya, maka persoalan itu tak akan membesar seperti sekarang ini.

Kedua, setiap tahapan gejolak yang dilakukan oleh masing-masing pihak yang mengeluarkan statement pembenaran dikirim ke semua pengurus daerah yang pro dan kontra dengan akan digelarnya KLB, kemudian rilisnya dimuat di banyak media anggota PWI.

Langkah ini menurut saya, sangatlah tidak menunjukkan sikap petinggi organisasi yang patut dicontoh. Karena dengan adanya muncul berita yang menyajikan tentang bebobrokan organisasi dengan keegoisan Ketua PWI Pusat dan Ketua DK ini justru akan semakin membuat “Panas” suasana.

Atas rangkaian kronologi carut-marut kepengurusan di tubuh PWI Pusat ini, maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat sedikit meredam suasana perseteruan itu, seyogyanya Ketua DK dan Ketua PWI Pusat kembali duduk bersama berbiacara secara persuasif dan bersepakatlah untuk menyiram pupuk rasa memiliki terhadap oransiasi PWI yang selama ini memang sudah tertanam dengan subur di hati masing-masing pihak yang berseteru.

Kemudian, untuk para Pengurus Daerah dari provinsi hingga ke kabupaten/kota se-Indonesia, mari STOP mempublikasi setiap rilis berita yang dikirim oleh masing-masing pihak yang berseteru di kepengurusan PWI Pusat yang berpotensi memperkeruh suasana yang tak berkesudahan.

Alasannya, karena dengan adanya publikasi rilis berita di banyak media massa tentang pendapat Hendri CH Bangun selaku Ketua Umum PWI Pusat dan Sasongko Tedjo sebagai Ketua DK PWI Pusat, maka masing-masing mereka merasa ada kekuatan dan keberpihakkan dukungan. Sebaliknya, jika semua pengurus daerah tidak mempublikasi kirirman rilis berita dari mereka yang saya anggap pencari pembenaran, maka mereka (Hendri CH Bangun dan Sasongko Tedjo) sendirilah yang akan berfikir bahwa hanya mereka berdua saya yang saling serang. (*)

Komentar