OGAN KOMERING ILIR- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah merancang pembangunan koridor satwa di Air Sugihan, Ogan Komering Ilir.
Pembangunan ini guna menjaga kelestarian satwa liar dan mengurangi interaksi negatif dengan manusia,
Jalur lintasan ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang agar pergerakan hewan liar tidak terganggu aktivitas manusia.
“Ketika jalur alami mereka terputus oleh aktivitas manusia, satwa cenderung masuk ke permukiman atau area pertanian warga. Inilah yang menjadi penyebab utama konflik,” ujar Menteri LHK, Hanif Faisol Nuro di sela kunjungan kerjanya di Desa Jadi Mulya, Kecamatan Air Sugihan OKI, Minggu, (25/5).
Menteri Hanif menyampaikan pembangunan koridor ini merupakan respon terhadap semakin seringnya persinggungan antara manusia dan satwa liar, seperti kasus terbaru di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Dijelaskannya, Pembangunan koridor satwa ini dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan spesifik tiap jenis satwa.
“Seperti gajah, membutuhkan makanan yang mengandung garam. Maka, jalur lintasannya akan dipenuhi tanaman dengan kadar garam tinggi untuk menjaga mereka tetap berada di jalur tersebut dan tidak menyimpang ke wilayah manusia.” Terang dia.
Pemkab-BKSDA Lakukan Mitigasi
Sebelumnya pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (Pemkab OKI) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan (Sumsel) telah melakukan upaya mitigasi untuk mengatasi interaksi negatif antara manusia dan gajah di Kecamatan Air Sugihan.
“Bersama BKSDA dan pihak terkait, kami terus berupaya menemukan solusi dan mencapai kesepahaman dalam penanganan konflik gajah di Air Sugihan, agar upaya yang telah dilakukan selama ini dapat dimaksimalkan,” ujar Bupati Muchendi.
Kepala BKSDA Sumsel Teguh Setiawan mengungkapkan, salah satu langkah strategis yang telah dilakukan adalah pemasangan GPS collar pada kawanan gajah. Langkah ini bertujuan untuk memantau pergerakan gajah secara real-time guna memprediksi potensi konflik.
“Dengan GPS collar, kami bisa mengetahui posisi gajah secara langsung dan melakukan tindakan preventif sebelum terjadi konflik,” jelas Teguh.
Terkait pembangunan tanggul gajah, menurut dia sudah lama direncanakan. Tanggul tersebut akan dibangun sepanjang 38 kilometer dan pagar kejut sepanjang 10 kilometer di wilayah yang sering dilalui gajah.
“Pembangunan ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem sekaligus melindungi masyarakat,” ujar Teguh.
Selain pembangunan tanggul fisik, pemerintah bersama masyarakat juga menanam tanaman yang tidak disukai gajah di perbatasan permukiman. Ini disebut sebagai ‘tanggul vegetasi’. Tanaman tersebut meliputi kakao, kelengkeng, mangga, manggis, matoa, petai, rambutan, sawo, serai wangi, dan sukun timun.
BKSDA Sumsel juga mendorong pembentukan desa mandiri konflik sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi potensi interaksi dengan gajah.
“Penyadartahuan dan peningkatan kapasitas masyarakat di koridor Sugihan–Simpang Heran terus dilakukan agar mereka mampu melakukan mitigasi secara mandiri,” tutur Teguh.
Sebagai bentuk keseriusan, tambahnya telah didirikan Posko Pagarapat di Air Sugihan. Posko ini merupakan kolaborasi antara masyarakat dari lima desa, perusahaan pemegang konsesi, dan Balai KSDA Sumatera Selatan. Tim terdiri dari mahout (pawang gajah), polisi kehutanan, tenaga pendamping, dan gajah binaan.
“Posko ini menjadi simbol koeksistensi manusia dan gajah melalui pendekatan berbagi ruang kehidupan. Ini memperkuat kemandirian masyarakat dalam menghadapi tantangan konservasi,” tutup Teguh.
Komentar