Lady Bukan Anak Manja, Sidang Penganiayaan Dokter Koas Ungkap Fakta Baru

Banner Banyuasin

PALEMBANG- Sidang lanjutan kasus penganiayaan dokter koas Universitas Sriwijaya (Unsri), Muhammad Luthfi Hadhyan, dengan terdakwa Fadillah alias Datuk kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Selasa (25/3).

Agenda persidangan kali ini menghadirkan ahli bahasa dari Balai Bahasa Provinsi Sumsel, Riny Oktafiany, M.Pd., guna mengurai makna dari percakapan yang diduga menjadi pemicu insiden penganiayaan.

Dalam persidangan, majelis hakim yang diketuai oleh Corry Oktarina, S.H., M.H., mempertanyakan apakah perkataan korban terhadap terdakwa mengandung unsur yang dapat memicu kemarahan. Ahli bahasa pun membenarkan bahwa ada unsur yang berpotensi memicu emosi.

“Terdapat unsur keberanian dan pernyataan yang bisa memancing reaksi tertentu,” ujar Riny Oktafiany di hadapan majelis hakim.

Sidang semakin menarik perhatian ketika pernyataan saksi Sri Meilina diungkap dalam persidangan. Ia menegaskan putrinya, Lady Aurellia Pramesti, bukanlah anak manja meskipun anak tunggal.

“Kasihan orang tua kalian punya anak kayak kalian, belum jadi apa-apa saja sudah kurang ajar. Biar kalian tahu, anak saya itu biarpun anak tunggal, tapi dia tidak manja,” kata Sri Meilina, yang saat itu melihat reaksi senyum sinis dari korban dan saksi lain dan menunjuk-nunjuk saya sedangkan saya tidak berkepentingan dengan kedua wanita teman Luthfi.

Reaksi dari korban Muhammad Luthfi Hadhyan dan saksi Athiya Arisya Candraningtyas atas pernyataan tersebut diduga semakin memperkeruh suasana. Sri Meilina yang tersulut emosi kemudian menegur mereka dengan nada tinggi.

“Kalian jangan ketawa-ketawa! Dan sinis dgn org tua Kalian calon dokter tapi kok tidak ada atitute ucapnya saat itu.

Hakim pun mempertanyakan kepada ahli bahasa, apakah kalimat tersebut dapat dikategorikan sebagai pemicu emosi yang berujung pada kekerasan.

“Intonasi dan pilihan kata menunjukkan adanya unsur emosi spontan yang dapat mempengaruhi suasana,” jelas ahli bahasa.

Di sisi lain, majelis hakim menegaskan bahwa terlepas dari perdebatan yang terjadi, fakta di persidangan menunjukkan bahwa insiden ini berujung pada tindak kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban.

“Anda mengatakan tidak ada unsur yang secara langsung memicu kekerasan, tapi kenyataannya di luar fakta kebahasaan, terjadi tindak pidana penganiayaan,” tegas hakim.

Usai Sidang Lina mengatakan, kejadian tersebut terjadi karena faktor like and dislike terhadap sosok Lady karena dinilai pembagian jaga tidak adil. “Saya paham karakter Lady, ia itu anak yg pendiam , mandiri dan patuh tapi suka berorganisasi terbukti lady pernah menjadi kakak tingkat terbaik selama 3 tahun berturut dan itu ada sertifikatnya,” ulas Lina.

Soal dia tidak bersosialisasi, Lina menampik keras, sebab Dia bendahara umum BEM. “Lady itu aktif organisasi dan selama ini tidak ada masalah, tadinya dia pun tidak tahu mengenai pertemuan ini,tapi karakter lady betul-betul dibunuh dengan penggiringan opini dan fitnah yang liar di medsos.

Tidak hanya itu, masih kata dia, informasi menyebutkan anaknya akan ke luar negeri, ia pun menyebut itu bohong karena paspor milik Lady saja sudah lama tidak berlaku. “Ngak mungkin Lady mau ke luar negeri, sedangkan pada saat kejadian lady sedang koas. Butuh berapa hari ke luar negeri, sementara jadwal libur tidak ada,” pungkas dia.

Lina juga mengonfirmasi ada nya berita di media sosial bahwa tidak benar membawa orang-orang (dalam hal ini netizen berstigma negatif bahwa yg dibawa ini adalah preman atau tukang pukul) seperti yang disampaikan oleh salah satu mahasiswa koas yang bernama Badar yang chat nya viral di sosial media sehingga memancing opini negatif netizen.

Persidangan ini semakin menarik perhatian publik, terutama karena dinamika yang terjadi di dalamnya. Namun, satu hal yang ditegaskan oleh pihak keluarga adalah bahwa Lady Aurellia Pramesti tetaplah seorang profesional yang tengah berjuang di dunia medis, dan bukan sosok anak manja seperti yang mungkin diasumsikan oleh pihak lain.

Sidang akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya sebelum majelis hakim mengambil keputusan atas kasus ini.

Komentar