MUSI BANYUASIN- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Musi Banyuasin menerima sebanyak 3 laporan terkait dugaan kecurangan money politik yang dilakukan oleh Tim Pemenangan dan pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Toha-Rohman.
Tiga laporan tersebut semuanya terlapor Tim pemenangan dan paslon Toha-Rohman yang saat ini sedang proses untuk dilakukan rapat pleno selama 2X24 jam.
“Tiga terlapor yakni Tim Pemenangan dan paslon Toha-Rohman, semuanya terkait dugaan kecurangan money politik,” ungkap Ketua Bawaslu Muba, Beri Pirmansya, Selasa (15/10/2024).
Ia merinci, adapun tiga laporan dugaan kecurangan money politik tersebut yakni 2 terlapor tim pemenangan dan 1 terlapor paslon Toha-Rohman. “Paling lambat besok (Rabu, 16 Oktober 2024) kita pleno,” bebernya.
Beri menjelaskan, adapun sanksi
Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
“Nanti hasil pleno akan kita rekomendasikan ke KPU,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Sumsel, Kurniawan menyebutkan penanganan dugaan kecurangan money politik yang dilakukan oleh salah satu tim dan paslon Pilkada di Muba penanganan akan dilakukan langsung Bawaslu Muba.
“Kalau untuk Pilbup penanganan di Kabupaten,” urainya.
Sebelumnya Kurniawan menjelaskan, Bawaslu saat ini sedang mendalami kasus tersebut. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang tersebut, setiap pasangan calon atau tim dilarang melakukan tindakan politik uang. Jika terbukti melanggar, Bawaslu dapat mengenakan sanksi administratif berupa pembatalan pencalonan.
Ia menambahkan, paslon juga dilarang untuk menjanjikan atau memberikan uang untuk mempengaruhi pemilih. Pelanggaran ini bisa berujung pada sanksi pidana, jika ditetapkan melalui keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Aturan ini berlaku tidak hanya untuk paslon, tetapi juga untuk tim, relawan, partai politik, dan masyarakat yang terlibat dalam praktik tersebut.
Menurut Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016, pelanggaran bisa dikenakan pidana penjara antara 36 bulan hingga 72 bulan, serta denda dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
“Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerima pemberian atau janji,” tambah Kurniawan.
Komentar